Rabu, 04 Agustus 2010

Tahun Pertama,..

Berumur 18 tahun, tamat SMA beberapa orang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, Begitupun aku, pinginnya nyari Psikologi, kayaknya seru kalau bisa punya kelebihan bisa mengerti orang lain lebih jauh. Tapi di daerahku tidak ada universitas yang punya fakultas psikologi (tahun 2008). Mau keluar daerah, kayaknya agak susah, masalahnya ortu agak takut anak perempuannya di luar Bali sendirian plus dana yang harus disediakan pasti ga sedikit. Mulai berfikir untuk nyari fakultas lain, tapi yang jelas ga milih fakultas yang ujung-ujungnya guru, bukannya ga suka jadi guru, hanya saja aku ga punya jiwa besar seorang guru hahaha... ngeles, agak kesel kalau ngajarin sekali yang diajarin ga ngerti. Masalahnya aku paling ga suka hal-hal yang terlalu bertele-tele hehehe….
Mulai berfikir untuk berburu fakultas lain. Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM), jadi pilihanku waktu itu, kakak sepupuku juga lulusan IKM, jadi untuk masalah belajar sepertinya tidak akan begitu sulit, pikirku. Jalur PMDK (Penelusura Minat dan Kemampuan) menjadi pilihan untuk masuk satu Universitas Negeri tujuan. Tapi aku mulai ragu saat mengumpulkan form pendaftaran. Entahlah, kata-kata seorang dokter hewan yang ku temui sedikit menggangguku. Katanya, “dokter umum tiap belok satu atau dua blok pasti ada, kalau dokter hewan satu desa kayaknya susah dicari, paling yang adanya cuma mantri hewan”. Terlintas untuk memilih fakultas kedokteran Hewan. Formnya kuambil kembali dan keesokan harinya adalah hari terakhir pengumpulan. Yah, membuatku agak berfikir semaleman. Tapi kuputuskan untuk mngambil jurusan yang katanya tidak terlalu banyak orang yang tertarik mencarinya.
Selain itu aku juga mencoba untuk mendaftar di STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara). Sebenernya cuma iseng untuk mengisi waktu liburan yang panjang dengan beberapa teman. Tapi ada juga salah satu temanku yang lulus, tapi sayangnya tidak diambil karena ia sudah diterima disalah satu perguruan tinggi negeri yang dia inginkan.
Setelah pengumuman kelulusan PMDK dan ternyata lulus, maka mulai sibuk mengurus dan mempersiapkan untuk kuliah di Tahun Pertama. Masa orientasi yang ku kira meyeramkan ternyata tak seperti yang dibayangkan karena perploncoan alias pembodohan tidak diadakan lagi, tapi tetep yang namanya senior harus dihormati walau kadang ada yang terlihat agak sok galak dan teriak-teriak ga jelas ampe bikin telinga mendenging.
Waktu masa orientasi yang paling terkesan bagiku adalah seorang dosen yang menjadi pembicara waktu itu
“ Kita sebagai dokter hewan banyak punya kelebihan dibandingkan dokter manusia. Pertama makhluk yang kita peljari lebih dari satu spesies, dan kita berusaha memahami hewan yang jelas-jelas tidak bisa berkomunkasi dengan kita”. Hm… sepertinya tidak terlalu jauh dengan ilmu psikologi.
Pertama menginjakkan kaki di gedung tempat kuliah, agak ragu kalau itu adalah gedung kuliah. Sampah yang bertabur disana-sini, lantai keramik yang porak-poranda, bahkan saking dekatnya dengan hewan, ayam pun ikut mengikuti perkuliahan sambil bertelur di ruang kuliah.
Aggrrrhhhh…. Sedikit membuatku merasa tidak nyaman di tahun pertama. Di tambah jarak kuliah dari tempat tinggal lumayan jauh. Bayangkan setiap hari harus menemukan 12 lampu merah, jadi kalau bulak-balik kayak setrikaan tiap hari harus melewati 24 lampu merah. Weuw….. Maklim tahun pertama masih tinggal di rumah tante, tapi ga apa yang penting demi cita-cita.
Awal kuliah sedikit tidak nyaman karena banyak hal baru yang harus dilakukan. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan masa-masa SMA dulu. Udara di jalan yang pengap penuh asap kendaraan, macet dan begitu riuh dan krodit di jalan. Di tambah suasana kampus yang tidak begitu nyaman di awal kuliah membuatku berfikir sepertinya tidak akan bertahan lama di sini.
Pertemuan minggu pertama hanya disibukkan dengan perkenalan awal dengan dosen-dosen pengajar dan “kontrak kuliah”. Sedikit asing ditelinga, kontrak kuliah isinya tentang peraturan-peraturan mengenai aturan perkuliah. Aturan yang diatur biasanya lebih menekankan pada nilai, bagi dosen yang agak “perfect” sampai urusan pakaian berkerah pun diatur, maklum kami adalah anak baru lulusan SMA yang biasanya memakai seragam kini menjadi mahasiswa yang harus bisa berpakaian rapi. Awal-awal kami tidak terlalu peduli dengan yang namanya kontrak kuliah dan menyetujui saja apa yang dikatakan dosen. Jadi anak baru yang lugu biasanya awalnya penurut hehehe…
Perkuliahan yang terasa mono dan kurang stereo ( udah kayak lagu ja) menambah kejenuhan dari hari ke hari. Duduk manis, memandang penjelasan dosen lewan LCD, dan begitu terus yang dilakukan dari hari kehari. Hanya beberapa dosen yang mengajar dengan metode yang sedikit menarik.
Teman, membuatku sedikit betah berlama-lama ada di kampus. Satu kelas cukup padat, yah… kami ber-108 ada dalam ruang yang sama. Jika dosen yang menjelaskan di depan dengan volume suara 3 (anggap maksimum 10) maka sudah pasti hanya 10 orang di deret paling depan yang mendengar. Bisa ditebak teman-teman yang ada di belakang akan membuat grup diskusi sendiri, arisan, salon rumpi dan semacamnya.
Kuliah adalah waktu untuk mendengarkan, hanya kadang saja beberapa dosen yang memberikan tugas selebihnya setelah kuliah beberapa kali langsung Ujian. Kuliah biasanya ampe pukul setengah satu siang dan bila ada jadwal praktikum akan dilanjutkan sore harinya.
Ada satu moto yang sering kami ucapkan jika akan ujian,
“Banyak belajar banyak lupa, dikit belajar dikit lupa, ga belajar ga lupa”… moto yang aneh, ga belajar ya ga tahu tapi emank ga lupa….
Bareng dengan anak-anak yang bener-bener punya rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam satu kelas sepertinya telah mewakili seluruh pulau se-Indonesia. Dari ujung Barat pulau di Indonesia hingga pulau paling timur. Tapi memang terkadang untuk hal-hal tertentu ada sekat yang sulit untuk bisa dipecah. Mungkin karena si semster awal jadi masih merasa asing satu sama lain.
Selain kuliah yang kadang bikin jenuh kami bisa mengikuti organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Dengan sedikit berorganisasi kita bisa punya softskill yang 80% memegang peran penting saat kita lulus dan mencari kerja nanti. Entahlah ada hal yang membuatku menjadi agak canggung, seperti ada hal yang membatasi untuk berbaur di dalamnya. Seperti satu hal yang sebenernya ga ada tapi sangat menghalangi. Tapi meski begitu organisasi masih tetap berjalan. Banyak kegiatan yang diadakan dan membutuhkan banyak energi dan waktu. Jadi harus bisa ngatur antara kuliah dan organisasi karena tetap yang menjadi tujuan utama untuk datang ke kampus adalah untuk belajar (udah kayak emak-emak omongannya.
Berita duka datang saat kami baru mulai kuliah pada kira-kira bulan ke-3. Salah satu teman kami meninggal karena sakit. Dia ternyata menderita sakit yang cukup parah. Namun, yang menjadi pertanyaanku dan teman-teman “kenapa keluarganya mengizinkannya bersekolah begitu jauh kalau dia menderita sakit parah?” Teman kami itu berasal dari pulau Sumatra. Aku ingat teman-teman sering mengejeknya karena namanya mirip nama wanita. Waktu itu seorang dosen mengabsen kami dengan memanggil nama-nama mahasiswa. Saat dosen memanggil namanya
“Noviadi, lho koq? Ini orangnya cowok atau cewek?”
Salah satu teman kami menyahut,
“Kalau pagi cowok pak, Noviadi, tapi kalau malem Novi pak”.
Seketika tawa satu kelas bergemuruh, tertawa riuh. Hanya itu yang bisa kuingat dari seorang teman kami yang hebat dan dengan teguh bertahan di tengah rasa sakitnya. Semoga dia mendapat ketenangan disisi Tuhan.
Kuliah yang bikin sedikit ruwet semester I adalah Anatomi I. Kuliah teori emang ga terlalu beda jauh dengan yang lain tapi kalau udah urusan praktikum emmmm…. Hari Jumat, harinya anatomi. Dari pagi kuliah teori dan ampe matahari hampir tenggelam kami di matengin di lab anatomi. Kami dapat sok terapi waktu praktikum pertama Anatomi. Di laboratorium dengan bau formalin yang menyengat dan dihadepin dengan tulang belulang anjing dan sapi (biasanya kalau di lab dibilangnya tulang dogy/asu/ dan sapeii). Tulangnya sih ga bikin ngeri tapi namanya yang bener-bener bikin kepala rasanya kepenuhan. Tiap tulang (os: sebutan untuk tulang yang jumlahnya cuma satu), punya bagian-bagian tertentu yang namanya beda-beda juga. Tiap legokan, tonjolan, lengkung, tajemnya, bentuknya, tepi, ujung atas, ujung bawah,… pokoke semuanya punya nama yang aneh-aneh. Tapi ketika udah dapet beberapa kali kami mulai bisa dan terbiasa dengan bahasa-bahasa latin si ossa (ossa: sebutan untuk tulang jamak).
UAS (Ujian Akhir Semester) menjadi ritual akhir untuk menutup satu semester yang cukup penat. Belajar…belajar…dan belajar. Dan udah jadi rahasia umum kita pake sistem SKS alias Sistem Kebut Semalam. Tapi itu lebih mending karena ada salah satu temenku yang bertanya,
“Dew, ujian apa hari ini?”
Wow, temen disebelahku bertanya saat 15 menit sebelum ujian dimulai. Hebat, bener-bener hebat temenku yang satu ini. Maksudku di sini, aku memuji ketenangannya, kalau aku mau ujian 15 menit lagi tapi ga tahu jadwal pasti udah keringat dingin. Ckckck… ada-ada aja temenku yang satu nie, dan udah bisa ditebak dia sama sekali ga belajar. Jadi sepertinya lebih mulia belajar SKS dari pada ga sama sekali, tapi tetep belajar jauh-jauh hari pasti jauh lebih baik hasilnya (akh.. omonganku udah kayak dosen di depan kelas).
Saat memulai semester kedua jumlah kami pun mulai berkurang lagi. Maklum, ada yang sudah benar-benar jenuh atau sudah tidak kuat atau mungkin tidak berminat. Bukan rahasia lagi banyak yang memilih fakultas bukan karena pilihan sendiri. Pertama kemungkinan karena pilihan ortu atau hanya tempat pelarian karena fakultas yang menjadi pilihan pertama tidak kesampean.
Mata kuliah pertama di semester ini membuatku cukup terkesan. Satu kalimat yang diucapkan oleh seorang Profesor yang merupakan dosenku menjadi begitu melekat di kepalaku “Jangan pernah memandang siapa yang bicara di depan anda tapi perhatikan apa yang mereka bicarakan”. Meskipun yang berbicara adalah orang yang lebih kecil dari kita bukan berarti yang mereka bicarakan tidak penting, karena kita merasa lebih pintar. Tapi terkadang beberapa dosen enggan bisa diajak ngobrol, entahlah karena jaga wibawa di depan mahasiswa atau hanya sekedar jaim saja. Beliau juga bercerita bagaimana pengalamannya kuliah di luar negeri. Saat itu badai salju, Pak Awan (panggilan kami untuk pak professor) dengan seorang professor yang juga dosen pembimbingnya harus mengambil sampel di kandang yang lumayan jauh. Setelah usai mengambil sampel mereka hendak kembali ke kampus dan terlebih dahulu membersihkan sepatu yang kotor. Bagian yang paling menarik adalah dosen pembimbing yang juga seorang professor membersihkan sepatu pak Awan yang kala itu adalah mahasiswanya. Dengan sedikit terkejut pak Awan mengucapkan terimakasih tapi dengan kejadian itu pak Awan semakin menghormati pembimbingnya, karena telah melakukan hal yang luar biasa yang mungkin beberapa dosen akan berpikir berkali lipat untuk mellakukan hal yang sama.
Menjadi semakin akrab dengan temen-temen yang lain, kalau ga ada dosen dah pasti pada rame-rame ngantin. Tapi yang males pada ngerumpi di kelas atau ada yang balik ke kost-an. Cara dosen ngajar sih sama aja masih ceramah, walau kadang ada juga yang pake presentasi, misalnya untuk mata kuliah histology. Dosen hanya persentasi sebentar dan selanjutnya kami yang menjadi dosen alias ngejelasin materi di depan.
Kuliah anatomi II menjadi seru karena kami harus mencari kadafer (bahan praktikum anjing). Beda dengan anatomi I yang hanya mempelajari tulang yang telah disediakan, kali ini kami harus mendapatkan anjing untuk bahan praktikum. Ngejar anjing kesana-sini, dan membunuhnya. Ada yang membelinya, ada juga yang mendapatkan cuma-cuma dari warga, maklum waktu itu penyakit rabies sedang terjangkit jadi banyak warga yang agak takut memelihara anjing. Tiap tahun fakultas yang kini aku cintai selalu menjadi pengendali populasi anjing karena memburunya untuk bahan praktikum.
Menoreh kadafer dengan pinset dan scuple jadi rutinitas di lab anatomi tiap jumat, memainkan lensa mikroskop jadi kebiasaan di lab histologi tiap kamis, menyutikkan berbagai obat di lab farmakologi pada mencit dan keinci menjadi hal yang paling membuat jantungku berdebar tiap selasa, temen-temen cowok harus bangun jam 1 pagi untuk mendapatkan darah sapi di RPH (Rumah Potong Hewan) sebagai bahan praktikum fisiologi. Hal-hal yang membuat kami semakin dekat dan menjadi satu keluarga besar “Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan 2008”.
Di akhir semester UAS dan Ujian praktikum menjadi kesibukan yang paling melelahkan. Bulak-balik lab untuk review, dan belajar materi yang seabrek….
Tapi kalau belajar dengan baik, semuanya terlewati dengan baik.
Akhirnya, it’s time for holiday…. Tapi beberapa temen harus tetep belajar karena ada beberapa nilai yang harus diperbaiki. Liburan semester genap, tenggang liburnya lumayan lama. Jadi upacara suci selanjutnya adalah “mahasiswa pulang kampoeng”. Kalau yang sibuk di BEM bersiap untuk rapat terus untuk nyiapin berbagai kegiatan termasuk untuk penerimaan mahasiswa baru. Yah, kami akan terpisah hingga awal semester 3 nanti… C U then…
ALWAYS TOGHETER…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar